Perjalanan menuju Depok saat Januari 2023 lalu menyempatkan diri mampir di Cirebon. Tujuan pertama adalah makan Empal Gentong yang sudah lama saya ingin makan itu. Meluncur ke lokasi Empal Gentong Krucuk. Rasa empal gentong di Cirebon beda dengan di tempat lain. Cita rasanya khas, mantap pokoknya.
Empal gentong ada dua jenis setahu saya, yaitu empal gentong yang pakai santan dan empal asem yang tidak pakai santan, asemnya segar menggunakan blimbing wuluh. Gurih campur asem, seger banget.
Setelah makan empal gentong, sembari menunggu waktu, kami jalan-jalan. Bingung mau ke mana. Nyari di Google, baca review di web-web traveling, Goa Sunyaragi kayaknya bagus. Berangkatlah saya ke sana bersama yayang mbeb istri tercinta.
Tiket masuk ke Goa Sunyaragi adalah Rp15.000,- per orang bagi umum dan Rp10.000,- per orang bagi pelajar atau mahasiswa. Berhubung saya bukan pelajar dan mahasiswa jadi ya bayar 15.000 tentunya.
Sekilas penampakan Goa Sunyaragi adalah seperti situs peninggalan sejarah zaman baheula. Goa Sunyaragi lebih tepatnya dibikin dari tumpukan batu karang yang menyerupai bangunan-bangunan tua candi. Tidak tahu pasti apakah memang peninggalan sejarah yang telah ada sejak zaman dahulu ataukah karya seni masa kini yang menyerupai bangunan tua.
Pintu masuk Goa seperti gerbang Candi-candi di Bali. Menurut informasi yang saya baca dari Republika, Goa Sunyaragi pada masa lalu digunakan sebagai taman kelangenan atau taman sari yang berfungsi sebagai tempat berkhalwat (menyepi) para sultan dan keluarganya. Menurut buku Purwaka Caruban Nagari karya Pangeran Kararangen (bergelar Arya Carbon), Gua Sunyaragi dibangun oleh Pangeran Kararangen, adik Sultan Sepuh II pada 1703 M.
Namun, menurut versi Carub Kanda (berita lisan yang dituturkan secara turun temurun), Goa Sunyaragi didirikan dalam tiga periode. Periode pertama didirikan oleh Pangeran Emas Muhammad Arifin II (bergelar Panembahan Gusti Ratu Pakungwati I), cicit dari Syekh Syarif Hidayatullah pada pertengahan abad XVI.
Periode kedua dibangun oleh Pangeran Kararangen pada 1703, dan periode ketiga diprakarsai oleh Sultan Sepuh V, Pangeran Amir Sidik (bergelar Pangeran Matangaji) pada abad ke-18.
Goa Sunyaragi memiliki sejumlah bangunan inti. Di antaranya, Gua Pengawal Gua Pande Kemasan, Gua Simanyang, Bangsal Jinem, Gua Pawon, Mande Beling, Gua Lawa, Gua Padang Ati, Gua Kelanggengan, Bale Kambang dan Gua Arga Jumut.
Selain itu, adapula kompleks Gua Peteng, yang terdiri dari Gua Peteng, Gua Langse, Bangsal Pengulingan atau ruang Panembahan, Ruang Kaputren, Ruang Patung Putri Cina dan Cungkup Puncit. Adapula Gedung Pesanggrahan, yang dibangun pada 1884.
Dilihat dari corak dan motif-motif ragam hiasnya, gaya arsitektur Goa Sunyaragi merupakan hasil dari perpaduan antara Hindu, Tiongkok kuno atau Cina, Timur Tengah atau Islam, dan Eropa.*
Galeri Foto: